Tulisan ini mewakili pengalaman pengguna terhadap bagaimana pengalaman mengesankan barista starbucks yang memberi doa. ada yang menarik kenapa saya menulisnya disini, pada suatu malam, mungkin untuk membuat presentasi agar lebih santai saya berkunjung ke kedai kopi dengan logo duyung hijau itu, kali ini saya datang dihari selasa, artinya yang menjaga ada 2 orang barista. mereka tahu apa yang saya pesan dan tidak bertanya nama, artinya mereka sudah tahu nama saya, dengan sigap mereka menulis nama saya hi kak nahrowi, tidak lupa menambahkan kalimat doa, semoga hari ini luar biasa buatmu. saya ingat sebuah filosofi yang dipatenkan oleh chad meng, insinyur google yang merancang culture google kenapa mereka menyenangkan, salah satu hal yang kita sering lupa adalah “mendoakan orang lain” siapa yang mendoakan orang lain, maka kita sama halnya didoakan, itu kata dia, ketika menyingkap rahasia kenapa google jadi perusahaan paling menyenangkan, ternyata bukan tentang suasana, tapi karena mindset dan budayanya.
Beberapa saat kemudian, datanglah temannya, kebetulan malam itu saya yang terakhir dan tinggal saya dikedai itu dan mereka berdua saling ngobrol, temannya berkata, bagaimana kuliahmu? kata dia, iya saya sedang menyelesaikannya, jawab barista yang tadi melayani saya dengan ramah. saya baru tahu, beberapa mereka adalah mahasiswa yang bekerja untuk membayar kuliah, saya salut dengan hal itu. lalu mereka meneruskan obrolan mereka dan berkata, kita sudah semester akhir tapi sayang ada yang saya belum paham, saya mengusahakan hal itu biar cepat selesai.
mendengar perkataan itu, membuat saya teringat bahwa, mereka disini magang dan sedang memperoleh gelar sarjana untuk kuliahnya, salut untuk merekayang perduli dengan pendidikan mereka, yang membuat saya terkesan adalah ketika mereka ingat nama-nama customer mereka, termasuk nama saya meskipun sebelumnya mereka bercanda, maaf kaka namanya siapa ya lupa 🙂 lalu seterusnya dia ingat..
Menurut saya, mempersonalisasi pelanggan/customer adalah inti dari bisnis, saya tidak datang karena kopi, lebih dari itu pengalaman saya yang dirasa baik membuat saya datang kembali kesana, meskipun ada tempat lainnya, kenyamanan membuat saya menjadi langganan. Starbucks berhasil membuat para timnya menyampaikan misi, visi bahwa mereka harus mendoakan setiap pelanggan setiap harinya, bagi saya ada sebuah value yang tidak dimiliki kedai kopi lain. bahkan pengalaman saya dibeberapa kedai kopi lain yang mungkin terlalu “tidak butuh customer” membuat saya tidak pernah datang lagi, jika customer tidak datang lagi dan tidak memesan kembali sudah dipastikan bisnis mengalami penurunan penjualan.
sehingga saya berpikir bahwa, ketika kita berhasil memberikan layanan yang berkualitas kepada pelanggan, maka kita tidak lagi berbisnis tapi kita menjadi lebih dari itu, seperti keluarga atau seperti kolega, bisnis yang menaikkan level dari orang asing menjadi kolega akan membuat mereka menjadi setia, hanya saja tidak semua bisnis melayani atau mempraktikkan itu dengan baik, ini butuh memahami orang lain (nyatanya).