Banyak sekali muncul berita mengenai startup akhir-akhir ini, mulai dari PHK hingga sulitnya mendapatkan investasi. Pemutusan hubungan kerja itu sendiri merupakan upaya dari perusahaan untuk melakukan efisiensi, sekaligus memangkas biaya yang terlalu banyak agar bisnis itu sendiri bisa bertahan hingga ada momentum selanjutnya untuk hidup. Sudah jelas bahwa, bisnis adalah sebuah roller coaster, naik dan turun adalah sebuah alur yang tidak bisa dihindari dalam bisnis, startup ataupun dunia entrepreneur. Bagi mereka yang sudah terbiasa dengan hal ini, melihat semua fenomena ini menjadi makanan sehari-hari dan memang itulah adanya, naik dan turun adalah bentuk dari keseimbangan, sehingga bagi para founder, CEO mindset untuk terus bertumbuh dan terus belajar memang harus dan wajib dimiliki.
Saat kondisi terbaik sebuah bisnis, biasanya mereka melupakan hal-hal yang krusial, terlalu senang dan puas, hingga terlalu terlena dengan keadaan hingga akhirnya menurun kembali, ini sering ditemui dalam industri fluktuatif seperti ini. perasaan puas dan cepat berhasil mungkin harus ditiadakan, jika kita mengambil jalan untuk bergerak dalam industri entrepreneurship, ini tidak sama dengan industri lainnya yang lebih stabil dan cenderung bisa mulus melakukan rutinitasnya. Founder perlu mengingat awal mula startup/bisnis itu berdiri, darimanakah semua yang telah berjalan itu ada? Kebanyakan dari startup founder mengawali semua startup mereka dari sebuah “IDEA” yang menurut mereka itu bagus, dalam imajinasi yang sangat liar, punya konsep yang jauh kedepan hingga beberapa tahun kedepan. Itu sebuah hal yang bagus, setidaknya memulai dengan keberanian untuk berpikir kedepan jauh lebih baik dari tidak sama sekali bukan?
Tapi, mungkin itu akan bertahan sebentar. Perjalanan baru saja dimulai bagi sebuah bisnis yang nyata. Saat semua founder memulai ideanya, meminta banyak kerabat untuk mendukungnya, melalui sosial media hingga berbagai macam cara, itu bisa membantu dan cukup membantu membangkitkan gairah untuk terus membangun startup itu, minimal startup yang awalnya berasal dari ide itu menjadi lahir dan memiliki bentuk dan warna yang bisa orang lain lihat, Contohnya : Mempunyai website, mempunyai Aplikasi dan lainnya.
Proses diatas yang saya sebutkan mungkin terkesan sederhana, tapi dalam praktiknya seorang butuh bermalam-malam untuk merangkai idea mereka hingga membentuk sebuah product, dalam artinya punya website, nama, aplikasi dan sebagainya yang saya sebutkan tadi, minimal itu sudah bentuk yang bisa orang lihat. Dalam kaitan proses menjadi idea menjadi sebuah bentuk sederhana yang kita bisa sosialisasikan, mungkin bagikan ke kerabat itu namanya adalah MVP (Minimum viable product) yaitu merupakan sebuah prototype idea yang digunakan untuk mengkomunikasikan solusi bisnis kita dalam bentuk sistem, yang seperti saya sebut diatas. Misalnya kita punya idea untuk menghubungkan petani dengan pelanggan secara langsung, tentu mereka lewat apa untuk terhubung? misalnya lewat aplikasi berarti MVP / prototype tersebut bentuknya aplikasi handphone, atau bisa juga dalam bentuk lain semisal website. Ini membantu menegaskan sekaligus mencari bentuk yang lebih spesifik lagi mengenai apa yang kita buat dari idea awal tadi.
Jangan Jatuh Cinta dengan Idea Terlalu Cepat.
ini mungkin klise, tapi ini nyata. kebanyakan para startup founder harus punya “idealis” karena tanpa idealis, tentu mereka tidak bisa menjadikan apa yang mereka imajinasikan ke bentuk yang sekarang bukan? harus tetap punya itu, karena yang menjadikan konsep dalam pikiran mereka itu menjadi nyata adalah kemampuan idealis yang tinggi, komitmen untuk melahirkan idea ke dunia nyata, bahkan hingga digunakan banyak orang nantinya.
Tapi, pada tahap ini biasanya muncul jebakan, founder terlalu percaya dengan ideanya, tanpa validasi. Validasi nyata dari sebuah ide startup adalah keberadaan orang yang rela membayar untuk produk atau jasamu bahkan saat hal tersebut belum diluncurkan.